Sunday, December 25, 2011

Moldane ~

"Kau tau semua orang pasti pernah merasakan masa-masa sulitnya ?"
"Kau tau kan semua orang pasti pernah menangis dan bahagia ?"
"Menangislah kalo emang dengan itu kamu bisa merasa lega."
"Apapun perasaan itu bisa kau tunjukkan dengan menangis. Lalu kenapa harus malu ?"
"Kenapa kau selalu menyembunyikan kesedihanmu sendiri, Lily ?"
Leon menasehatiku dengan hati-hati.
"Tapi Ega sahabatku, Leon."
"Kau ga mengerti bagaimana posisiku. Sekian hari yang lalu dia cerita sungguh benar-benar menyayangi sopir angkot itu. Melihatnya bercerita, mana lah mungkin aku bisa mengerti kalau sekarang semua berubah."
Aku terus mencari pembelaan dalam setiap ungkapan kata-kataku.
Aku selalu ga mengerti diriku. Aku selalu keras kepala dengan apa yang ada dipikiranku. Aku ga bisa berpikir dengan tenang. Semua yang kurasakan harus kusimpulkan sendiri. Aku ga bisa menerima kesimpulan dari orang lain.
Leon memandang sedih kepadaku. Leon hanya menarik nafas dan menghentikan obrolan konyol ini. Tidak. Bukan obrolan konyol tepatnya. Tapi aku yang konyol. Aku yang bodoh membiarkan mataku sembab tiap malam dan berpura-pura semua baik-baik saja di depan Ega.
Aku juga ga mengharapkan semua seperti ini. Tidak.

Leon mendekatiku perlahan. Menyentuh pundakku sekali lagi dan membiarkanku berhambur melepaskan pelukanku.
Leon membiarkanku mengeluarkan keluh kesahku. Membiarkan titik-titik air mata membasahi gaun indah miliknya.

"Kau akan tau, Lily. Suatu saat nanti kau akan tau semua terjadi karena ada alasannya. Kau akan mengerti kesempatan itu bukan untuk di tunggu tapi untuk diciptakan oleh kedua tanganmu."
"Kau akan tau kenapa kita punya dua telinga, dua mata dan satu mulut."
"Kau akan mengerti semua itu."

***

No comments:

Post a Comment