Thursday, January 31, 2013

Waktu

Hai Jumat.. Kadang kau datang terlalu cepat bahkan terlalu lambat. Dan aku terlalu sering berantem dengan waktu. Manajemen waktu, kapan aku bisa mengaturmu ??? Ga kaya sekarang, aku yang terus berlari mengejarmu ketika ku sadari kau akan berputar dan menghilang lagi. Hahaha..

Tuesday, January 22, 2013

Pura-pura saja

Aku bisa berpura-pura ketika kau tak terlihat oleh mataku
Namun ketika kebersamaan kita membuatku selalu melihatmu
Saat itu juga aku bisa langsung mengakui
Ada yang sedang terjadi di dalam sini
----------------------------------------------------------------------------------------------

"Ga usah ganggu aku.."
Walau aku teriak atau membalas cubitannya, Andine masih saja melanjutkan aktifitas mencubiti kedua pipiku sambil tersenyum nakal. Merah-merah di pipiku semakin menjadi saat dia terlihat senang dan memandangi wajahku dengan senyum polosnya. Ku geser bangku tempat dudukku sekarang dan bersiap melangkah pergi.

"Aku menyerah.."
Ku ucapkan tanpa melihatnya lalu berlalu sambil mengangkat kedua tanganku.

Suara tawa Andine yang renyah semakin mengganggu pikiranku. Desir-desir rasa senang yang tak biasa semakin menguasaiku. Ah.. Andine sahabat Kak Mela dari kecil. Sudah seperti kakakku sendiri. Kadang-kadang aku suka curhat padanya. Namun seiring dengan waktu, kedekatan ini menjadi sesuatu yang berbeda bagiku. Ataukah ini hanya perasaanku saja ?

Aku pernah cerita pada Andine ketika aku naksir Ana teman satu les ku. Cewek cantik yang setiap hari mengusik kenyamananku dengan senyuman khas nya. Mungkin saat itu aku baru mengerti yang namanya rasa suka. Bahagia tak terkira yang semakin aku timbun untuk menghindari kecewa yang bisa terjadi tiba-tiba atau sedikit saja sikap Ana yang membuat aku melambung tinggi. Saat itu, Andine tertawa mendengar ceritaku yang baru saja masuk SMA. Sedangkan dia baru mulai masuk kuliah. Dan tak pernah sekalipun dia mendengar ceritaku tanpa mengacak-ngacak rambutku. Kebiasaanya itu membuatku semakin merasa dekat dengannya.

Pernah juga ketika dia mengenalkanku dengan pacar barunya, Bang Aga. Sekilas mereka terlihat sangat cocok dan bahagia. Tapi bagiku, dia tak semanis yang Kak Mela bilang. Dan bagiku, lebih baik Bang Aga ga pernah mengenal Andine. Kenapa ? Aku bahkan ga tau kenapa aku ga suka mereka jadian hingga saat ini ? Kenapa aku ga suka saat Bang Aga menggandeng tangan Andine atau melihat mereka tertawa bersama ?

Semuanya tak pernah aku sadari sama sekali hingga suatu ketika aku melakukan kesalahan besar. Bukan maksudku untuk mempermainkan mereka yang suka padaku. Aku bahkan ga pernah bilang iya untuk setiap kata manis yang mereka ucapkan buatku. Dan aku sekarang di cap player. Bahkan oleh Kak Mela dan Andine yang hanya tertawa melihatku di ceramahin Kak Mela.

Ku letakkan kepingan itu di sisi terjauh dari pandanganku. Berharap suatu ketika aku mampu memahami apa yang sedang terjadi pada hatiku. Berusaha agar nanti aku mengerti bahwa perasaan yang aku punya tak seperti yang sekarang aku duga. Aku hanya mengamini-nya. Menutup telingaku dengan bantal agar suara Andine tak terdengar sampai ke kamarku. Menutup mata dan mulai menciptakan sandiwara bahwa arti kamu hanya soal kedekatan saja.


---------------------------------------------------------------------------------------------------
Waktu terus berlalu seiring dengan kebersamaan yang kita lalui
Aku benci realistis, dimana aku harus berusaha menganggap seolah tak ada yang terjadi di hatiku
Aku benci melihatmu dengannya dan dengan kepura-puraanku seakan aku bahagia untukmu

Aku ga bisa menganggapmu kakak seperti dulu
Melanjutkan sandiwaraku hanya membuatmu semakin tak menyadari itu

Ketukan pelan yang kau ciptakan perlahan membuka mata hatiku
Namun senyumanmu selalu berkata aku selalu menjadi adik kecilmu



#Jakarta, 23 Januari 2013

Monday, January 21, 2013

Ulang Tahun-Ku

Hari yang melelahkan. Entah sejak kapan aku merasa amat sangat lelah. Bergerak sedikit kemudian terjatuh. Berbicara sedikit lalu membisu. Menatap dari jauh akhirnya tertunduh. Menutup mata sebentar lalu mimpi mulai menular. Emosi mulai menemani dalam bayang-bayang. Tak terelakkan tercipta dengusan kesal tatkala ada sesuatu yang berbeda dan dibantah. Seperti hujan kali ini, menutup bayangan bintang-bintang dan menyembunyikan keberadaan bulan.

Ini judulnya bukan cinta ditolak. Hanya tentang sesuatu yang seharusnya tak pernah aku ucapkan dan aku simpan rapi dalam hati. Telah ku buang ribuan bahasa yang selalu saja bisa aku sampaikan ketika kau di depanku. Tapi ini juga masa lalu. Suatu kenangan yang bisa saja ku anggap ga ada untuk sementara namun bisa datang ketika sepi itu mengusikku.

Ku lirik handphone ku sekali lagi. Berharap cemas kau akan mengingat ultahku kali ini. Dan ku akui segalanya hampir tak sama lagi dengan dulu. Ketika aku bebas menggandeng tanganmu kemana saja. Menangis dan memelukmu di saat hatiku sedang rapuh. Tertawa lepas dan bercanda seolah esok ga akan pernah ada. Ya.. Hari yang seharusnya tak ada bagiku, ketika aku semakin menyadari bibit kecil ini semakin tumbuh dan memekar seenaknya, hingga wanginya memenuhi hampir sepenuh hati yang ku miliki. Dan tepat di saat kuncup itu berkembang, saat aku memilah-milih untuk memetik dan membagi wanginya kepadamu, tepat di saat itu juga aku tertusuk duri yang aku tanam sendiri. Sekali lagi aku bilang, ini bukan kisah hati yang terluka. Hanya segenap perasaan yang tak pernah mau pergi dan tak pernah bisa tersampaikan kepadamu.

Pernah suatu ketika aku diberikan kesempatan untuk bisa menjelma menjadi seekor kupu-kupu. Namun aku tak bisa untuk terlihat dengan cantiknya di matamu. Hanya sekilas tatapan ngeri di matamu, ternyata aku masih seperti ulat bulu. Berusaha mencapai kepompongku agar sayap indah itu bertengger di bahuku lalu terbang melayang mengitari bumi bersamamu.

Kembali ku lirik handphoneku. Begitu banyak pesan yang menyampaikan selamat ultah untukku. Lalu dimana kamu ? Semua telah berbeda dan aku tahu itu. Mengingatmu. Hanya itu yang bisa ku lakukan ketika sepi menyerangku. Bahkan dimana kamu pun aku tak pernah tau.

"Selamat ulang tahun, Dena.."
Teriakan histeris Mimi dari depan rumah mengangetkanku. Ditambah lagi dengan kecupan yang dia lakukan dengan spontan di pipiku semakin membuatku tak bisa bereaksi kecuali membalasnya.

"Makasi, Mi.."
Aku tersenyum kecut menatap kue yang Mimi bawah dari dalam mobil. Di tambah lagi dengan hadirnya satu sosok manis yang kini berdiri di depanku.

"Selamat ulang tahun, Dena.."
Adi menatapku lekat sambil menjabat tanganku. Aku hanya bisa tersenyum datar. Sekali lagi, aku melirik layar handphoneku. Tetapi tetap tak ada tanda-tanda kamu mengingatku.

Udara sore sehabis gerimis menjadi teduh. Mobil Mimi melaju dengan kecepatan sedang menuju cafe tempat biasa kami ngumpul bertiga. Adi bersikap tak biasa sore ini. Sesekali aku menyadari bahwa dia mencuri pandang kepadaku. Seakan tahu aku sedang menyembunyikan sesuatu. Namun, sungguh aku hanya ingin menyimpan perasaan ini sendiri saat ini. Tidak dengan menumpahkan sepi ini ketika mereka berusaha membuatku bahagia di hari jadiku dan tidak dengan mematahkan satu hati hanya karena aku sedang patah hati.

Musik riang mengisi ruangan ini. Aku tertawa. Berpura-pura sangat bahagia diantara Mimi dan Adi. Hal ini membuat aku merasa jauh lebih baik dari pada terus-terusan memandangi layar handphoneku. Obrolan kami mulai kemana-mana. Mungkin aku bisa mengakui mereka adalah sahabat terbaik yang aku punyai saat ini.

Semakin lama, kami semakin asyik dengan obrolan kami. Bercanda. Tertawa. Hanya itu yang kami lakukan sepanjang sore ini. Ataukah mungkin kini sayapku sebagai seekor kupu-kupu telah tampak di mata orang-orang ? Aku merasa tak peduli. Ku benamkan handphone ke dalam ransel ku. Ku matikan suaranya dan ku harap pikiranku tentang kamu menghilang sore ini. Tapi.. aku mulai merasa terlalu lama disini. Aku terusik untuk sekedar melihat jam berapa saat ini. Ku benamkan tanganku ke dalam ransel dan mencari letak handphoneku.

Ku lihat layar handphoneku berkedip-kedip. Sebuah panggilan masuk dari nomor yang tak pernah aku kenal. Aku berlalu dan menuju tempat yang lebih sepi. Tidak. Aku sungguh tak berharap kamu yang menghubungiku. Mungkin khayalanku yang terlalu tinggi atau perasaan tak mau kalah karena ini hari ultahku ?

"Happy birth day, Dena sayang.."
Deg.. pikiranku kosong. Imajinasi semakin memenuhi pikiranku. Aku hanya bisa terdiam dan berharap mendengar suara kamu sekali lagi.

"Bagas.."
Aku ga bisa melanjutkan kata-kataku. Sebuah tepukan dari belakang mengagetkanku.



##########~To be Continued
Jakarta, 22 January 2013

Sunday, January 20, 2013

Pagi dan Malam yang berganti

Ayam sudah berkokok sedari tadi. Membangkitkan cahaya sang mentari untuk mulai menyelinap diantara sela jendela rumah ini. Udara yang segar mulai mengisi ruang kamarku. Nyamuk-nyamuk yang sempat menggigit kakiku kini mulai pergi. Hanya lampu kamar saja yang menemani. Musik yang tadi berdendang riang kini mulai sepi. Dan aku masih berkutat dengan lembaran kertas yang hanya bisa ku pandangi sejak malam tadi.

Aku menerima surat ini sore tadi. Ragu-ragu ku buka dan ku pandangi sebuah foto yang terselip di dalamnya. Surat ini datangnya dari luar sana. Latar belakang fotonya benar-benar dari Trivia fountain yang sangat aku dambakan. Semakin lama ku pandangi semakin berkecamuk rasa iri di dalam hati. Mela sudah menginjakkan kakinya di Trivia fountain. Padahal kami pernah berjanji akan melangkah kesana untuk melemparkan koin bersama sambil mengucapkan permintaan di dalam hati.

Pelan ku gigit bibirku, ku lihat senyum manisnya masih sama. Binar matanya lebih indah namun sesuatu yang dia di foto ini membuat hatiku sedikit perih. Dia bukanlah Mela yang sama dengan yang pernah aku kenal. Walaupun dengan kecantikan yang sama tetapi sesuatu telah merenggut kebahagian yang pernah dia miliki. Dia tersenyum cantik dengan kursi rodanya. Baru ku sadari, wajah putihnya tidak seperti biasa. Dia pucat. Binar matanya sedikit meredup dan tubuhnya kelihatan lebih kurus dari biasanya. Ku pandangi lagi foto itu. Berharap bahwa semuanya baik-baik saja. Berdoa agar keadaannya sudah lebih baik sekarang.

Ada goresan pena di belakang foto itu dan aku sangat mengenal cara penulisannya.
"Aku baik-baik saja, Din."

Mendadak khawatirku datang. Lembaran surat yang terselip di dalam amplop ini bukanlah tulisan yang sama dengan tulisan dibelakang foto itu.

Air mataku jatuh. Mela sudah ga ada lagi.  Foto itu ternyata foto Mela ketika menjalani pengobatan di Italy. Mela telah tenang disana dan aku bahkan ga sempat untuk menemaninya di saat-saat terakhirnya. Aku bingung harus menulis balasan apa. Aku hanya bisa membaca surat ini berkali-kali atau memandangi foto Mela sambil menangis pelan.

Malam semakin sepi. Bintang disana tersenyum ceria memberikan sedikit semangat bagiku untuk melupakan rasa sedihku. Cicak yang bercengkramapun seakan ga ingin rasa sepiku menusuk lebih lama lagi. Dan kini, ayampun berkokok untuk meramaikan pagi yang seharusnya indah bagiku.

Air mataku kering sudah dan kusadari lingkaran hitam pasti sudah menguasai bawah mataku. Mataku bengkak. Namun, pagi ini aku harus menghadiri pemakaman Mela. Ya, Mela. Sahabat terbaikku yang sempat hilang dan kembali dengan meninggalkan kesedihan di dalam hatiku.

Ku rapikan lagi surat itu ke dalam amplop. Ku ambil foto Mela dan kupandangi sekali lagi. Ku balas senyumannya dengan senyum paling indah yang ku miliki pagi ini. Ku ambil frame foto yang memajang foto kami berdua lalu ku dekap kedua foto itu. Cahaya matahari semakin memenuhi kamarku. Ga ada kesedihan yang harus aku simpan lebih lama lagi. Ku letakkan kembali foto kami berdua lalu ku simpan foto Mela di belakang Trivia fountain yang sempat membuatku iri.

Malam yang gelap bahkan bisa berganti cerah dengan adanya pagi hari. Pagi hari pun akan berselang dengan malam hari. Dan tentu saja keceriaan akan selalu ada dalam setiap detik perubahan itu. Kini senyum manisku akan selalu menghiasi hariku. Aku.. aku akan selalu menjaga mimpi dan cerianya Mela ke dalam diriku.