Ayam sudah berkokok sedari tadi. Membangkitkan cahaya sang mentari untuk mulai menyelinap diantara sela jendela rumah ini. Udara yang segar mulai mengisi ruang kamarku. Nyamuk-nyamuk yang sempat menggigit kakiku kini mulai pergi. Hanya lampu kamar saja yang menemani. Musik yang tadi berdendang riang kini mulai sepi. Dan aku masih berkutat dengan lembaran kertas yang hanya bisa ku pandangi sejak malam tadi.
Aku menerima surat ini sore tadi. Ragu-ragu ku buka dan ku pandangi sebuah foto yang terselip di dalamnya. Surat ini datangnya dari luar sana. Latar belakang fotonya benar-benar dari Trivia fountain yang sangat aku dambakan. Semakin lama ku pandangi semakin berkecamuk rasa iri di dalam hati. Mela sudah menginjakkan kakinya di Trivia fountain. Padahal kami pernah berjanji akan melangkah kesana untuk melemparkan koin bersama sambil mengucapkan permintaan di dalam hati.
Pelan ku gigit bibirku, ku lihat senyum manisnya masih sama. Binar matanya lebih indah namun sesuatu yang dia di foto ini membuat hatiku sedikit perih. Dia bukanlah Mela yang sama dengan yang pernah aku kenal. Walaupun dengan kecantikan yang sama tetapi sesuatu telah merenggut kebahagian yang pernah dia miliki. Dia tersenyum cantik dengan kursi rodanya. Baru ku sadari, wajah putihnya tidak seperti biasa. Dia pucat. Binar matanya sedikit meredup dan tubuhnya kelihatan lebih kurus dari biasanya. Ku pandangi lagi foto itu. Berharap bahwa semuanya baik-baik saja. Berdoa agar keadaannya sudah lebih baik sekarang.
Ada goresan pena di belakang foto itu dan aku sangat mengenal cara penulisannya.
"Aku baik-baik saja, Din."
Mendadak khawatirku datang. Lembaran surat yang terselip di dalam amplop ini bukanlah tulisan yang sama dengan tulisan dibelakang foto itu.
Air mataku jatuh. Mela sudah ga ada lagi. Foto itu ternyata foto Mela ketika menjalani pengobatan di Italy. Mela telah tenang disana dan aku bahkan ga sempat untuk menemaninya di saat-saat terakhirnya. Aku bingung harus menulis balasan apa. Aku hanya bisa membaca surat ini berkali-kali atau memandangi foto Mela sambil menangis pelan.
Malam semakin sepi. Bintang disana tersenyum ceria memberikan sedikit semangat bagiku untuk melupakan rasa sedihku. Cicak yang bercengkramapun seakan ga ingin rasa sepiku menusuk lebih lama lagi. Dan kini, ayampun berkokok untuk meramaikan pagi yang seharusnya indah bagiku.
Air mataku kering sudah dan kusadari lingkaran hitam pasti sudah menguasai bawah mataku. Mataku bengkak. Namun, pagi ini aku harus menghadiri pemakaman Mela. Ya, Mela. Sahabat terbaikku yang sempat hilang dan kembali dengan meninggalkan kesedihan di dalam hatiku.
Ku rapikan lagi surat itu ke dalam amplop. Ku ambil foto Mela dan kupandangi sekali lagi. Ku balas senyumannya dengan senyum paling indah yang ku miliki pagi ini. Ku ambil frame foto yang memajang foto kami berdua lalu ku dekap kedua foto itu. Cahaya matahari semakin memenuhi kamarku. Ga ada kesedihan yang harus aku simpan lebih lama lagi. Ku letakkan kembali foto kami berdua lalu ku simpan foto Mela di belakang Trivia fountain yang sempat membuatku iri.
Malam yang gelap bahkan bisa berganti cerah dengan adanya pagi hari. Pagi hari pun akan berselang dengan malam hari. Dan tentu saja keceriaan akan selalu ada dalam setiap detik perubahan itu. Kini senyum manisku akan selalu menghiasi hariku. Aku.. aku akan selalu menjaga mimpi dan cerianya Mela ke dalam diriku.
No comments:
Post a Comment