Aku melihatnya dari kejauhan. Ketika tawa renyah sahabatku bercampur dengan candaan yang seharusnya membuatku ikut terbawa dengan kebersamaan. Aku masih memandang ga percaya ketika satu tangan itu menggandeng tangannya lalu berbalik arah sambil melambai dengan penuh keceriaan.
Hey.. Pernah ga si kalian merasakan jatuh cinta berkali-kali pada orang yang sama? Nah, mungkin itu aku. Aku tiba-tiba kejebak dengan orang yang sama. Orang yang sempet aku suka namun akhirnya aku menyerah karena aku ngerasa itu bukanlah prioritas utama. Dia sekarang di ujung meja sana. Kalo dia ngelirik ke kanan sedikit aja, mungkin dia bisa merasakan kalo aku sedang ketar ketir menahan detakan jantung ini dengan hebatnya. Mataku tak bisa berhenti untuk memperhatikannya. Tetapi, perasaan ini jadi makin ga karuan. Duh.. Aku musti gimana?
"Dev, kamu ngapain si liatin meja di seberang sana mulu? Kenal ama salah satunya?"
Nina yang menyadari ketidaknyamanku akhirnya bertanya.
"Hm.. Ga apa-apa, Nin. Berasa kenal aja tapi kayanya aku salah orang deh."
Nina memilih menyudahi pertanyaannya dan ngobrolin hal lain.
Angin mulai berhembus kencang. Awan-awan seperti berkejaran dan menghitam, seakan memperingatkan bahwa akan segera turun hujan.
Lampu-lampu taman mulai dinyalakan. Walaupun aku dan Nina berada di taman cafe, tapi cafe ini dilindungi dengan dekorasi yang mempercantik cafe dan juga menghalangi rintik hujan yang bisa membuat kami basah. Yaa.. Karena itulah aku dan Nina suka sekali duduk disini. Sekedar minum sambil menikmati buku yang baru kami beli ataupun mendengarkan curahan hati satu sama lain.
Nina dan aku sudah lama berteman. Tapi aku ga pernah sedikitpun menyinggung cerita antara aku dengan Milo. Hm.. Milo itu cowok yang duduk di seberang mejaku. Pernah ada cerita antara aku dan dia. Tapi, mau gimana lagi. Sudah jadi cerita lama. Yang aku harapkan.. Semoga aja dia ga menyadari bahwa yang duduk diseberang mejanya adalah Deva yang sama dengan Deva yang dia kenal dulu.
Pelan-pelan aku mencoba menjaga pandanganku dari sosoknya disana. Hujan turun dengan anggunnya. Rintiknya mengingatkanku untuk selalu meninggalkan doa dalam setiap jejaknya. Aroma alam yang basah membuatku merasa seakan dipeluk oleh anugerah kenyamanan dan itu membuatku semakin mudah untuk mengabaikan kehadirannya.
Namun..
"Waduh.. Mba, meja saja basah. Meja yang lain pada penuh semua. Saya bisa gabung dengan meja lain ga sementara Mba bersihin meja saya?"
Alunan musik memanjakan telingaku sekejab membuatku lupa siapa yang gaduh di seberang sana.
"Maaf, Mba.. Mas yang disana basah, bisa gabung dulu ga sama mba-mba?"
Nina langsung mengiyakan tanpa bertanya padaku dulu. Yaaa.. Aku juga masa bodoh amat si mau siapa juga yang duduk disini. Cerita di buku ini sedang seru-serunya. Sedang masuk ke fase dimana sang tokoh utamanya akhirnya bisa jatuh cinta lagi ketikaaaa..
"Deva?"
Haaah.. Milo berdiri di depanku. Menyodorkan tangannya untuk menyalamiku. Aku masih saja melamun setiap dia menatapku seperti itu. Kenapa dia masih bisa mengenaliku? Bukankah aku yang sekarang harusnya sudah dia lupakan? Kenapa dia ga bisa pura-pura ga mengenaliku aja? Akuuu..
"Hey.. Maaf.. Aku Nina."
Nina langsung menjabat tangan Milo didepanku.
"Kalian saling kenal? Atau kamu salah orang, mas? Hehee."
Nina berkedip lalu mulai asyik mengobrol dengan Milo.
"Hey.. Milo.."
"Yup.. Ini Deva. Hehehe.."
"Maaf yaa.. Aku lagi target ngabisin baca buku ini. Dikit lagi kelar. Kamu ngobrol ama Nina aja dulu."
Aaaaah.. Harusnya kamu ga boleh gitu, Deva. Aku mengoceh pada diriku sendiri dan mulai menenggelamkan diri pada bacaanku lagi. Atau lebih tepatnya menenggelamkan mukaku yang entahlah kayak apa sekarang ini, biar ketutup ama buku jadi Milo ga sadar kalo aku lagi deg-degan banget.
"Dev.."
Milo menarik buku dari depan mukaku hingga dia bisa melihatku.
"Kamu ga berubah ya? Selalu cuek seperti biasa hingga aku ngerasa aku tu ga dianggap apa-apa ama kamu?"
"Tapi, aku udah ngerti kok."
Milo menatapku seperti itu lagi. Aaah.. Haruskah aku berpura-pura kebelet pipis biar bisa meninggalkan meja ini?
"Hehe.. Rasanya tadi kamu berdua ama cewek deh. Kenapa jadi sendirian?"
"Ohh.. Jadi kamu udah tau kalo aku disini dari tadi? Kenapa kamu ga nyapa aku? Dia.. Adik sepupu aku, Dev. Baru pulang lagi kesini, minta temenin nyari buku tadi. Sekarang dia nya lagi ama temen-temennya. Aku cuma nganterin karena takut dia nyasar aja."
"Hmm.."
Aku ga tau mau ngobrolin apa lagi ini. Aaaaaaah..
"Apa aku yang harus pindah meja ni?"
Nina menatapku untuk meminta persetujuan.
"Ga, Nin.. Disini aja. Aku ama Milo temen lama, kok. Agak canggung aja ngobrolnya. Tapi lama-lama pasti cair lagi kok. Ya kan, Milo?
Milo mengangguk. Seakan mengerti, kita akhirnya ngobrolin hal-hal ringan yang lama-lama membuatku sadar.. Aaaah.. Aku jatuh cinta lagi.
Apakah kali ini aku ga akan lari lagi?
Apakah kali ini di sela-sela hujan aku dan dia melantunkan doa yang sama sekali lagi?
Ataukah perasaan ini hanyalah perasaan yang terbuka karena sudah lama ga jumpa?
Jika ini cinta yang lebih daripada sebelumnya, mungkinkah kau lah yang menjadi pelangi setelah hujan ini reda?
Mungkinkah kaulah yang akan bersama-sama denganku menatap senja?
Menggapai tujuan bersama yang kita namakan cinta?
Mana lanjutan nyaa...
ReplyDeleteUhuiiiii